Industri Pariwisata Indonesia
Meskipun Indonesia memiliki
tempat-tempat menarik untuk pariwisata - wilayah pedalaman yang indah,
reruntuhan budaya dan sejarah yang menarik, pantai-pantai, kehidupan
malam (Jakarta dan Bali), dan banyak lagi - negara ini gagal menarik
jumlah turis asing yang besar.
Memang betul bahwa Indonesia mungkin mencapai targetnya untuk menyambut 10 juta turis asing di 2015, namun angka ini jauh lebih rendah dari jumlah turis yang mengunjungi negara-negara tetangga Singapura (15 juta) atau Malaysia (27 juta). Indonesia tidak kalah cantik ataupun menarik. Jadi, apa yang telah menghambat pertumbuhan yang lebih cepat di sektor pariwisata Indonesia?
Memang betul bahwa Indonesia mungkin mencapai targetnya untuk menyambut 10 juta turis asing di 2015, namun angka ini jauh lebih rendah dari jumlah turis yang mengunjungi negara-negara tetangga Singapura (15 juta) atau Malaysia (27 juta). Indonesia tidak kalah cantik ataupun menarik. Jadi, apa yang telah menghambat pertumbuhan yang lebih cepat di sektor pariwisata Indonesia?
Penting bagi industri pariwisata Indonesia untuk meningkatkan kontribusinya pada produk domestik bruto
(PDB) karena hal ini akan memicu lebih banyak pendapatan devisa (karena
setiap turis asing menghabiskan rata-rata antara 1.100 dollar AS sampai
1.200 dollar AS per kunjungan) dan juga menyediakan kesempatan kerja
untuk masyarakat Indonesia (berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat
Statistik, tingkat pengangguran
di negara ini mencapai 5,81% di Februari 2015). Diperkirakan bahwa
hampir 9% dari total angkatan kerja nasional dipekerjakan di sektor
pariwisata.
Saat ini, sektor pariwisata Indonesia
berkontribusi untuk kira-kira 4% dari total perekonomian. Pada tahun
2019, Pemerintah Indonesia ingin meningkatkan angka ini dua kali lipat
menjadi 8% dari PDB, sebuah target yang ambisius (mungkin terlalu
ambisius) yang mengimplikasikan bahwa dalam waktu 4 tahun mendatang,
jumlah pengunjung perlu ditingkatkan dua kali lipat menjadi kira-kira 20
juta. Dalam rangka mencapai target ini, Pemerintah akan berfokus pada
memperbaiki infrastruktur Indonesia (termasuk infrastruktur teknologi
informasi dan komunikasi), akses, kesehatan & kebersihan dan juga
meningkatkan kampanye promosi online (marketing) di luar negeri.
Pemerintah juga merevisi kebijakan akses visa gratis di 2015 (untuk
penjelasan lebih lanjut, lihat di bawah) untuk menarik lebih banyak
turis asing.
Di bawah ini kami menyajikan data
kunjungan wisatawan asing ke Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Harap dicatat bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) mengubahkan definisi
kunjungan wisatawan asing per Januari 2016. Maka terjadi peningkatan
tajam antara tahun 2016 dan 2015.
Kunjungan Wisatawan Asing di Indonesia, 2013-2016:Bulan | Tourist Arrivals 2013 |
Tourist Arrivals 2014 |
Tourist Arrivals 2015 |
Tourist Arrivals 2016 |
Januari | 614,328 | 753,079 | 723,039 | 814,303 |
Februari | 678,415 | 702,666 | 786,653 | 888,309 |
Maret | 725,316 | 765,607 | 789,596 | 915,019 |
April | 646,117 | 726,332 | 749,882 | 901,095 |
Mei | 700,708 | 752,363 | 793,499 | 915,206 |
Juni | 789,594 | 851,475 | 815,148 | 857,651 |
Juli | 717,784 | 777,210 | 814,233 | 1,032,741 |
Augustus | 771,009 | 826,821 | 850,542 | 1,031,986 |
September | 770,878 | 791,296 | 869,179 | 1,006,653 |
Oktober | 719,900 | 808,767 | 825,818 | 1,040,651 |
November | 807,422 | 764,461 | 777,976 | |
Desember | 766,966 | 915,334 | 913,828 | |
Total | 8,802,129 | 9,435,411 | 9,729,350 |
Kunjungan Wisatawan Asing di Indonesia, 2007-2015:
2007 | 2008 | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | |
Wisatawan Asing(dalam juta) |
5.51 | 6.23 | 6.32 | 7.00 | 7.65 | 8.04 | 8.80 | 9.44 | 9.73 |
Sumber: BPS
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah
kedatangan turis asing di Indonesia telah bertumbuh secara stabil dari
tahun 2007 sampai 2015. Performa yang solid ini didukung oleh
pengurangan insiden teroris di Indonesia. Meskipun sedikit, di Indonesia
ada kelompok Muslim radikal
yang percaya tidak hanya Islam harus menjadi satu-satunya panduan hidup
namun juga bersedia menggunakan tindakan-tindakan ekstrim (kekerasan)
untuk mengubah dan menghancurkan kondisi-kondisi yang ada saat ini.
Serangkaian serangan teroris yang
ditujukan untuk menyerang para pendatang dari negara-negara Barat (Bom
Bali 2002/2005 dan Bom Ritz-Carlton/Marriott 2009 di Jakarta) berhasil
untuk menghambat kedatangan turis asing karena banyak turis asing dari
negara-negara Barat tidak mau menjadikan Indonesia sebagai tempat tujuan
wisata di bulan-bulan setelah insiden-insiden kekerasan tersebut (namun
dalam setahun jumlah turis pulih kembali). Bom Ritz-Carlton/Marriott
2009 menjelaskan mengapa pertumbuhan kedatangan turis di 2009 terbatas
(lihat tabel di atas).
Setelah tahun 2009, belum ada lagi
serangan teroris yang ditujukan terhadap para pendatang dari
negara-negara Barat. Kesuksesan ini adalah karena usaha pasukan khusus
anti terorisme negara ini (Densus 88), yang disponsori oleh Pemerintah
Amerika Serikat (AS) dan dilatih oleh CIA, FBI dan Secret Service AS.
Setelah 2009, kelompok-kelompok radikal mulai beroperasi dalam jaringan
yang lebih kecil (yang lebih sulit untuk dilacak) dan serangan-serangan
ditujukan pada simbol-simbol negara Indonesia (seperti polisi), bukan
pada simbol Dunia Barat. Ini mungkin adalah reaksi dari banyak
penangkapan yang dilakukan Densus 88 di beberapa tahun terakhir.
Apa yang Menghambat Perkembangan Industri Pariwisata Indonesia?
Dalam Travel & Tourism
Competitiveness Report dari World Economic Forum, yang "mengukur
sejumlah faktor dan kebijakan yang memungkinkan perkembangan
berkelanjutan dari sektor travel & wisata, yang pada gilirannya,
berkontribusi pada pembangunan dan daya kompetitif negara ini,”
Indonesia melompat dari peringkat 70 di tahun 2013 menjadi peringkat 50
di tahun 2015, sebuah kemajuan yang mengagumkan. Lompatan ini disebabkan
oleh pertumbuhan cepat dari kedatangan turis asing ke Indonesia,
prioritas nasional untuk industri pariwisata dan investasi infrastruktur
(contohnya jaringan telepon selular kini mencapai sebagain besar
wilayah di negara ini, dan transportasi udara telah meluas). Laporan ini
menyatakan bahwa keuntungan daya saing Indonesia adalah harga yang
kompetitif, kekayaan sumberdaya alam (biodiversitas), dan adanya
sejumlah lokasi warisan budaya.
Kendati begitu, laporan itu juga
menyatakan bahwa Indonesia tidak memberikan cukup penekanan pada
keberlanjutan lingkungan hidup (mengakibatkan penggundulan hutang dan
membayakan spesies-spesies langka, sementara hanya sedikit dari limbah
air yang diolah). Laporan ini juga menyebutkan kekuatiran-kekuatiran
tentang keselamatan dan keamanan, terutama kerugian bisnis karena
terorisme. Kekuatiran lain adalah karena Indonesia tertinggal di
belakang dibandingkan Singapura (peringkat 11), Malaysia (peringkat 25)
dan Thailand (peringkat 35) dalam pemeringkatan Travel & Tourism
Competitiveness Report 2015.
Kurangnya infrastruktur yang layak di
Indonesia adalah masalah yang berkelanjutan, bukan hanya karena hal ini
sangat meningkatkan biaya-biaya logistik sehingga membuat iklim
investasi kurang menarik namun juga mengurangi kelancaran perjalanan
untuk pariwisata. Infrastruktur di Bali luar biasa dan di Jakarta cukup
layak (kecuali untuk kemacetan lalu lintas yang sangat besar) namun di
luar Bali dan Jakarta kebanyakan infrastruktur di negara ini kurang
layak, terutama di wilayah Timur Indonesia karena kurangnya bandara,
pelabuhan, jalan, dan hotel. Kurangnya konektivitas di dalam dan antar
pulau berarti ada sejumlah besar wilayah di Indonesia dengan potensi
pariwisata yang tidak bisa didatangi dengan mudah.
Selain infrastruktur, pendidikan juga
menjadi halangan. Meskipun di Pulau Bali dan hotel-hotel mewah di
Jakarta kebanyakan penduduk asli yang bekerja di sektor pariwisata cukup
fasih berbahasa Inggris (dan bahkan bahasa-bahasa asing lainnya), di
wilayah-wilayah yang lebih terpencil penduduk asli kesulitan untuk
berkomunikasi dengan para turis. Oleh karena itu, fokus pada mempelajari
Bahasa Inggris akan membantu mengatasi keadaan ini. Halangan bahasa ini
adalah alasan mengapa sejumlah warga Singapura lebih memilih Malaysia
ketimbang Indonesia sebagai tempat tujuan wisata mereka. Kebanyakan
turis asing yang datang ke Indonesia berasal dari Singapura, diikuti
oleh Malaysia dan Australia.
Titik-Titik Kedatangan
Kebanyakan orang Indonesia memasuki
Indonesia melalui Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali, pulau yang
paling populer sebagai tempat berlibur untuk turis asing di Indonesia.
Pulau ini adalah tempat tinggal dari sebagian besar masyarakat minoritas
Hindu Indonesia dan menwarkan berbagai jenis pariwisata Hindu Bali yang berkaitan dengan seni dan budaya dan juga kehidupan malam yang semarak serta wilayah pedesaan yang cantik.
Titik kedatang kedua adalah Bandara
Internasional Soekarno-Hatta, terletak dekat dengan Ibukota Jakarta.
Banyak turis memulai liburan mereka dengan tinggal beberapa hari di
Jakarta sebelum berkunjung ke wilayah-wilayah lain dari Indonesia.
Jakarta juga merupakan pusat ekonomi dari Indonesia dan, walaupun
dilarang oleh hukum, banyak pengunjung asing yang menggunakan visa turis
(berlaku untuk 30 hari) untuk berpartisipasi dalam pertemuan ataupun
even bisnis di Jakarta.
Titik masuk ketiga yang paling banyak
digunakan adalah Batam, kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau, di
seberang Selat Singapura. Batam telah berkembang cepat menjadi sebuah
kota dengan industri yang berkembang sangat cepat dan juga pusat
transport. Kota ini adalah bagian dari zona perdagangan bebas dari
Segitiga Indonesia-Malaysia-Singapura. Sejak 2006, Batam (bersama-sama
dengan Bintan dan Karimun) menjadi bagian dari Zona Ekonomi Khusus yang
bekerja sama dengan Singapura, mengimplikasikan bahwa tarif perdagangan
dan pajak pertambahan nilai untuk barang-barang yang dikirimkan antara
Batam dan Singapura dihapuskan.
Titik Kedatangan Utama Wisatawan Asing di Indonesia:Lokasi | 2013 | 2014 | 2015 |
Ngurah Rai Airport (Bali) | 3,241,889 | 3,731,735 | 3,923,970 |
Soekarno-Hatta Airport (Jakarta) | 2,240,502 | 2,246,437 | 2,304,275 |
Batam | 1,336,340 | 1,454,110 | 1,545,818 |
Kebijakan Visa Baru Indonesia
Di 2015, Pemerintah Indonesia memberikan
tambahan akses bebas visa ke Indonesia kepada warga dari 45 negara
(Peraturan Presiden No. 69/2015 tentang Bebas Visa Kunjungan) dalam
rangka mendongkrak industri pariwisata. Sebelumnya, warga dari
negara-negara ini harus memiliki visa sebelum memasuki Indonesia. Ini
berarti bahwa saat ini ada total 90 negara yang warganya tidak
memerlukan visa untuk datang dan tinggal di Indonesia (untuk periode
maksimum 30 hari). Sementara itu, Pemerintah juga memperkenalkan
peraturan baru tentang kapak-kapal pesiar dan yacht. Peraturan baru ini
menghapuskan kewajiban cabotage untuk kapal-kapal pesiar dan yacht
internasional, yang berarti bahwa kapal-kapal pesiar internasional kini
bisa menaikkan dan menurunkan penumpang di lima pelabuhan Indonesia:
Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Belawan (Medan),
Soekarno-Hatta (Makassar) dan and Benoa (Bali). Sebelumnya, hanya
kapal-kapal Indonesia yang diizinkan secara legal untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang di perairan Indonesia.
Perubahan-perubahan kebijakan ini
dilakukan untuk menarik lebih banyak pengunjung asing. Meskipun membuka
lebih banyak akses bebas visa ke Indonesia menyebabkan negara ini
kehilangan kira-kira 11,3 juta dollar AS per tahun (karena saat ini
biaya 35 dollar AS ditetapkan untuk ‘visa kedatangan’), tindakan ini
diperkirakan akan menarik tambahan 450.000 turis asing per tahun.
Mengingat bahwa tiap turis menghabiskan rata-rata antara 1.100 dollar AS
sampai 1.200 dollar AS per orang setiap kali mereka berkunjung ke
Indonesia, negara ini akan mendapatkan kira-kira 500 juta dollar AS
sebagai tambahan pemasukan devisa setiap tahunnya (turis domestik
menghabiskan kira-kira Rp 711.000 per perjalanan).
Negara-Negara yang Dibebaskan dari Kewajiban Memiliki Visa Sebelum Memasuki Indonesia | ||
1. Algeria | 16. Cyprus | 31. Iceland |
2. Angola | 17. Czech Republic | 32. India |
3. Argentina | 18. Denmark | 33. Ireland |
4. Austria | 19. Dominica | 34. Italy |
5. Azerbaijan | 20. Ecuador | 35. Japan |
6. Bahrain | 21. Egypt | 36. Jordan |
7. Belarus | 22. Estonia | 37. Kazakhstan |
8. Belgium | 23. Fiji | 38. Kuwait |
9. Brunei | 24. Finland | 39. Kyrgyzstan |
10. Bulgaria | 25. France | 40. Laos |
11. Cambodia | 26. Germany | 41. Latvia |
12. Canada | 27. Ghana | 42. Lebanon |
13. Chile | 28. Greece | 43. Liechtenstein |
14. China | 29. Hong Kong | 44. Lithuania |
15. Croatia | 30. Hungary | 45. Luxembourg |
46. Macau | 61. Philippines | 76. Suriname |
47. Malaysia | 62. Poland | 77. Sweden |
48. Maldives | 63. Portugal | 78. Switzerland |
49. Malta | 64. Qatar | 79. Taiwan |
50. Mexico | 65. Romania | 80. Tanzania |
51. Monaco | 66. Russia | 81. Thailand |
52. Morocco | 67. San Marino | 82. Timor-Leste |
53. Myanmar | 68. Saudi Arabia | 83. Tunisia |
54. Netherlands | 69. Seychelles | 84. Turkey |
55. New Zealand | 70. Singapore | 85. United Arab Emirates |
56. Norway | 71. Slovakia | 86. United Kingdom |
57. Oman | 72. Slovenia | 87. United States |
58. Panama | 73. South Africa | 88. Vatican City |
59. Papua New Guinea | 74. South Korea | 89. Venezuela |
60. Peru | 75. Spain | 90. Vietnam |
Melalui Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif, Indonesia mempromosikan diri sebagai tujuan wisata
untuk turis-turis asing dengan kampanye "Wonderful Indonesia". Penting
bagi Pemerintah untuk berinvestasi dalam kampanye-kampanye promosional
sejenis itu untuk menyebarkan citra positif Indonesia karena kebanyakan
negara-negara Barat menerima berita-berita headline negatif dari
Indonesia (contohnya Islam radikal, bencana alam seperti tsunami dan
letusan gunung berapi), menyebabkan citra negatif yang tidak tepat dari
negara ini.
Juga penting bagi pihak-pihak berwenang
untuk menciptakan brand yang magnetis mengenai negara ini secara
keseluruhan. Walaupun Pulau Bali telah memiliki brand yang kuat dan
sangat terkenal di seluruh dunia, Indonesia secara keseluruhan belum
memiliki brand seperti itu.
Kesempatan-Kesempatan dalam Industri Pariwisata Indonesia
Dengan bertambahnya jumlah kedatangan
turis asing (baik turis maupun pebisnis asing) dikombinasikan dengan
pertumbuhan PDB sebesar +5% dan pertumbuhan investasi, ada permintaan
yang meningkat untuk hotel dan kondominium (yang menggabungkan ciri-ciri
apartemen dan hotel), dan juga tempat-tempat konferensi dan pameran.
Apabila target Pemerintah menyambut 20 juta turis asing pada 2020
tercapai maka ada kebutuhan besar untuk industri perhotelan negara ini.
Terlebih lagi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang akan dimulai pada
akhir tahun 2015, mengimplikasikan hubungan dagang yang lebih intensif
di wilayah ASEAN (mengakibatkan semakin besarnya permintaan untuk
akomodasi hotel, dll).
Kendati begitu, Bali dan Jakarta telah
mendapatkan investasi yang besar di beberapa tahun terakhir (terutama di
pasar kelas atas) yang menyebabkan suplai yang berlebihan. Para
investor yang ingin mendirikan hotel-hotel di wilayah ini (dan juga
hotel-hotel yang sudah ada) perlu memunculkan konsep yang asli dan
kreatif untuk menjadi pemimpin pasar.
2016 | 2017 | 2018 | 2019 | ||||||
Kontribusi terhadap PDB(%) | 11 | 13 | 14 | 15 | |||||
Penerimaan Devisa (Rp trillion) |
172.8 | 182.0 | 223.0 | 275.0 | |||||
Penyerapan Tenaga Kerja (juta orang) |
11.7 | 12.4 | 12.7 | 13.0 | |||||
Indeks Daya Saing (WEF) |
n.a. | 40 | n.a. | 30 | |||||
Kunjungan Wisman (juta) |
12 | 15 | 17 | 20 | |||||
Perjalanan Wisnus (juta) |
260 | 265 | 270 | 275 |
0 komentar:
Posting Komentar